Tergelitik sama pertanyaan salah seorang sahabat waktu buka puasa kemarin: koq lo sering masak sih? Jawaban yang terlintas di kepala cuma: ga ada kerjaan lagi (secara saya stay-at-home mom) *ga bermaksud mendeskritkan sahm dengan ga ada kerjaan ya kerjaan rumah mah selalu ada. Dan sahabat saya bukan satu2nya orang yang terheran-heran dengan kesenangan saya memasak atau kebisaan saya memasak.
To be honest ga banyak yang tau kehidupan saya termasuk kecintaan saya terhadap masak (makanan dan kue). Mungkin banyak yang ga bakal percaya tapi this is the truth. Awalnya karena nenek saya berkecimpung di dunia perkateringan dan seluruh anak perempuannya termasuk mama saya mau ga mau suka ga suka jadi ikutan. Karena saya termasuk anak nene (anak yang dibesarkan oleh nene) saya banyak menghabiskan waktu dengan nene saya. Saya lupa tepatnya tapi semenjak SD kelas 5/6 saya sudah fasih memegang pisau dapur yang tajam dan fasih mengupas dan memotong wortel. Sejak SD itu pula saya sering keluar masuk pasar tradisional di pagi-pagi buta bersama nene saya atau bersama mama saya. Sahabat saya dulu adalah tukang ayam langganan mama di pasar yang setiap saya datang beliau selalu kasih saya uang Rp. 20.000,- (20 tahun yang lalu uang segitu itu besaar). Di usia 10/11 tahun tu mama saya sudah mempercayakan saya ke pasar sendiri untuk memesan kebutuhan katering nene saya atau keperluan mama saya yang lain. Kebiasaan saya membantu nene atau mama saya berlangsung sampai saya sma jadi bisa dibayangkan 8 tahun ikut berjibaku di dapur. Jadi saya terbiasa bangun dari jam 3 pagi untuk ikut membantu lalu berangkat jam 5 pagi ke tempat nene saya berjualan dan berjualan sampai jam 12 lalu pulang dan membantu mama saya mencuci dan membersihkan peralatan memasak.
Saya sendiri kalau ditanya lebih fasih bikin kue daripada memasak makanan. Karena saya tumbuh melihat mama saya memasak kue dan nene saya memasak makanan. Tapi tugas saya banyak di kue daripada makanan. Sejak SD mencetak kue ketan dan kue lupis adalah tugas saya. Di SMP dan SMA saya sudah membuat klepon dan kue lapis pepe sendiri walau semua bahan sudah disediakan mama saya. Di kuliah saya jenuh dan hanya membantu jualan tante saya. Saya sendiri belum pernah belajar dari nol sama nene dan mama saya karena saat saya sudah cukup besar untuk memasak sendiri mama saya meninggal. Tapi memori karena sering melihat nene dan mama saya memasak makanan dan kue jadi memori yang seringkali saya ingat pada saya masak. Ga bisa dipungkiri bakat memasak mengalir deras di keluarga mama saya. Semua perempuan di keluarga mama saya bisa masak dan itu menurun ke cucu cucu perempuannya. Ya, saya dan sepupu saya suka memasak. Bahkan sepupu saya lebih berani dari saya karena sepupu saya berani menjual hasil masakannya. Sesuatu yang saya takuti sebenernya. Jadi ga ada cerita orang lain mencoba masakan saya kecuali suami, bapak dan adik2 saya.
Suatu waktu saya pernah berujar kepada om saya "om mau berkebun nih" lalu om saya menjawab "ga ada itu sejarahnya dikeluarga kita berkebun kalau masak iya". Tapi itu lah adanya darah memasak begitu kental di saya. Saya suka memasak saya menikmati bikin kue. Tapi jangan berharap saya jualan ya atau kasih tester. Saya pribadi meragukan kemampuan diri saya karena saya bukan orang yang bisa memasak pakai resep saya cenderung pakai feeling. Karena setiap kali saya memasak pakai resep hasilnya akan aneh sekali makanya saya ga pernah berani orang lain makan makanan saya karena takut beda selera. Saya sendiri penyuka clean taste yang artinya ga terlalu suka banyak bumbu. Saya suka rasa alami sayuran. Itu kenapa dalam hal bikin kue saya sering gagal. Bikin kue itu harup pakai resep dan precise sekali tapi yang terjadi saya sering pakai feeling jadi yang bisa merasakan eksperimen saya hanya orang2 terdekat saya saja. Saya sendiri baru rajin memasak ketika tinggal di rumah sendiri karena lebih bebas ya. Bisa kreasi apa aja yang di mau.
Karena dari kecil saya sudah berkecimpung di dunia permasakan katering dan jualan hal itu memberikan momok tersendiri buat saya sekarang. Karena saya tahu betul betapa lelahnya berjualan dibidang makanan, uangnya ok karena profitnya bisa 2x lipat tapi usaha yang dikeluarkan juga luar biasa. Makanya saya ga pernah mau diminta berjualan atau menjual makanan yang saya buat. Itu dan karena lahir dan besar dari keluarga yang sangaaat menyukai makanan saya punya standar tersendiri soal makan yang dijual.
Adanya kecintaan saya memasak makanan dan kue menular ke anak laki-laki saya. Dia begitu amat antusias setiap kali saya mencuci beras atau membuat kue seringkali saya justru dilarang untuk ikutan. Mungkin buat sebagian besar orang memasak itu masih tugasnya perempuan tapi bagi saya memasak itu universal. Saya teringat kata-kata Gordon Ramsay disalah satu acara dia berkata "saya tidak mengharuskan anak-anak saya untuk mengikuti jejak saya tapi anak-anak saya tetap harus bisa masak untuk dirinya sendiri" (kurang lebih seperti itu artinya). Makanya saya tidak pernah melarang anak saya untuk memasak bahkan dia punya mainan masak-masakan sendiri karena buat saya memasak itu sebuah proses bahwa apa yang kita makan itu adalah hasil dari proses yang panjang. Dari mulai proses menanam oleh petani kemudian dijual oleh pedagang sampai kita beli lalu diolah agar bisa kita makan. Proses yang harus dihargai jadi kita selalu bersyukur atas apa yang kita makan.
Ini bolu kukus hasil cetakan sang anak.
.Cheers.